https://youtu.be/_jEeQw8wi1M?feature=shared
PURBALINGGA – Purbalinggatv.com. Dugaan pungutan liar di SMP Negeri 1 Padamara, Kabupaten Purbalingga, terus bergulir dan menarik perhatian publik. Sejumlah wali murid menuding pihak sekolah dan komite memberlakukan iuran yang disebut “sumbangan sukarela”, namun dalam praktiknya terasa seperti kewajiban yang harus dibayar seluruh siswa.
Berdasarkan informasi yang beredar, setiap siswa diminta membayar sejumlah iuran dengan total mencapai Rp 860.000. Rinciannya meliputi iuran map rapor Rp 50.000, program P5 Rp 15.000 per tahun, pembangunan gedung indoor Rp 440.000, serta sumbangan laptop dengan nilai keseluruhan sekitar Rp 80 juta. Wali murid mempertanyakan transparansi penggunaan dana dan menilai cara pengumpulan iuran dilakukan secara menekan.
“Kalau benar sukarela, kenapa ada daftar pelunasan dan tenggat waktu sampai Mei 2026? Kami merasa ini seperti kewajiban yang dibungkus kata sukarela,” ungkap salah satu wali murid yang enggan disebutkan namanya.
Sementara itu, Kepala SMP Negeri 1 Padamara, Titik Widajati, S.Pd, membantah keras adanya praktik pungli. Ia menegaskan bahwa semua kegiatan yang berkaitan dengan penggalangan dana telah melalui musyawarah bersama wali murid dan bersifat sukarela. “Tidak ada unsur paksaan, semua berdasarkan kesepakatan,” katanya.
Namun, Ketua Komite Sekolah, Mustaham, memberikan keterangan yang justru menambah polemik. Ia mengaku telah dilaporkan atas dugaan korupsi terkait dana sumbangan, namun menilai tuduhan tersebut tidak berdasar. “Kami siap menghadapi proses hukum. Semua dilakukan secara terbuka dan disetujui oleh perwakilan orang tua murid,” ujarnya.
Pernyataan berbeda dari pihak sekolah dan komite ini semakin memicu kecurigaan masyarakat. Beberapa wali murid bahkan menyebut praktik iuran semacam ini sudah berlangsung lama dan menjadi semacam “tradisi tahunan” di sekolah. Mereka khawatir anak-anak mereka akan mendapatkan perlakuan berbeda jika tidak ikut membayar.
Kini, desakan agar Dinas Pendidikan Kabupaten Purbalingga segera turun tangan semakin menguat. Publik menilai perlunya audit transparan dan pemeriksaan menyeluruh agar kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan tidak semakin runtuh.
Kasus ini menjadi cermin buram dunia pendidikan, di mana lembaga yang se
