Banjarnegara, Jawa Tengah|Purbalinggatv.com – Kejadian memilukan menimpa Turwanti, warga Desa Danakerta, Punggelan, Banjarnegara. Dengan riwayat hipertensi dan diabetes melitus yang diperparah gejala mual dan lemas, ia ditolak rawat inap di Rumah Sakit Islam (RSI) Banjarnegara pada 2 Agustus 2025. Alasan yang diberikan? Tidak ada gejala kedaruratan. Ironisnya, di rumah sakit lain, Turwanti justru membutuhkan perawatan intensif! Kejadian ini bukan hanya mengungkap kegagalan sistem pelayanan kesehatan di RSI Bawang, tetapi juga menunjukkan betapa rendahnya empati dan tanggung jawab pihak rumah sakit terhadap keselamatan pasien.

Ketika awak media mencoba mengkonfirmasi hal ini pada 4 Agustus 2025, kami justru disambut dengan tembok besar birokrasi. Humas RSI, yang hanya mau disebut AD, dengan enteng menyatakan bahwa menemui Direktur RSI harus melalui proses berbelit: unit, managerial, baru kemudian Direktur! Dan itu pun harus dengan surat resmi! Ini bukan hanya lamban, tetapi juga sebuah upaya sistematis untuk menghalangi akses informasi publik. Apakah ada yang disembunyikan?

Kepala Ruang IGD, Suyatno, malah lebih mengejutkan. Ia bersembunyi di balik dalih SOP, mengatakan tidak bisa mengintervensi keputusan dokter jaga. Jadi, SOP lebih penting daripada nyawa manusia? Penjelasannya yang minim empati ini menunjukkan betapa acuhnya pihak RSI terhadap penderitaan pasien. Ini bukan sekadar kesalahan prosedur, tetapi bukti nyata ketidakpedulian terhadap keselamatan dan kesejahteraan pasien.
Puncaknya, ketika kami menanyakan keberadaan dokter yang menangani Turwanti, AD dengan santainya menjawab bahwa dokter tersebut sedang bertugas di tempat lain dan baru bisa dihubungi 8 Agustus! Lebih mengejutkan lagi, AD menyatakan RSI tidak keberatan jika berita ini ditayangkan sebelum bertemu dokter tersebut. Pernyataan ini sungguh menghebohkan! Apakah RSI Bawang lebih mementingkan citra daripada keselamatan pasien? Apakah nyawa manusia hanya dianggap sebagai angka statistik?
Kasus Turwanti bukanlah kasus yang berdiri sendiri. Ini adalah cerminan nyata dari sistem pelayanan kesehatan di RSI Bawang yang bermasalah. Penolakan rawat inap terhadap pasien dengan riwayat penyakit kronis dan gejala yang mengkhawatirkan menunjukkan rendahnya kompetensi dan profesionalisme tenaga medis. Kurangnya transparansi dan responsivitas manajemen RSI Banjarnegara semakin memperburuk situasi. Ini bukan sekadar kritik, tetapi seruan keras untuk evaluasi menyeluruh terhadap standar pelayanan, prosedur, dan etika profesi di RSI Banjarnegara. Jangan sampai ada lagi korban berikutnya yang harus menanggung derita akibat ketidakpedulian dan arogansi pihak rumah sakit! Kami menuntut transparansi dan pertanggungjawaban dari pihak RSI Banjarnegara atas kejadian ini!
